Penangkapan itu dilakukan pada tanggal 17 Maret 1946. Sedangkan radio Belanda di Jakarta dan Hilversum sudah mendengungkan berita yang amat menggembirakan mereka itu ke seluruh dunia pada tanggal 16 Maret 1946. Menurut kabar radio baru ini maka Komisi van Poll memandang penangkapan itu sebagai bukti “kekuatan lebihnya” PM Sjahrir daripada Tan Malaka. Sebenarnya “kekuatan lebih” itu baru kelak ternyata apabila rakyat menerima usul si Belanda, yang rupanya sudah percaya benar akan kekuatan Sutan Sjahrir itu. Apabila rakyat memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agusuts 1945, maka “para-inlander” dengan setengah percaya dan setengah tak percaya memasuki kantor Republik, tetapi apabila “sep-lama” datang, maka gelisah lagi. Seandainya tercapai kemerdekaan 99%, bahkan 100% pun, tetapi kalau pasal 6 dan 7 dibatalkan, dilemahkan atau dibelokkan, maka lambat laun kemerdekaan 99% atau 100% tadi akan turun sampai 50% atau 10%. Kalau kapitalisme asing kembali bermarajalela seperti sebelum Jepang masuk, maka Parlemen Pemerintah Pusat, Daerah, kota dan desa Indonesia akan segera “dikebiri”, kalau tidak dibeli sama sekali oleh kapital asing yang kuat dan teguh itu. Mungkin mendapatkan 90% ataupun dalam teori 99%, tetapi perundingan yang tiada berdasarkan atas pengakuan kemerdekaan 100% tidak akan mendapatkan yang 100% itu.
Kalau sep-Belanda hilang seperti pada penyerahan Belanda 8 Maret 1942, maka “para inlander” merasa bahagia mendapatkan “sep-baru” dan mempelajari “jongkok” baru, ialah jongkok ala Nippon. Dimanakah lagi letaknya “tawar-menawar” kalau satu pihak mau mendapatkan 100% yang sebelum berunding dibantah keras oleh lain pihak? Yang amat penting pula tentulah pasal 1 berhubungan dengan “perundingan” Minimum-Program menuntut supaya perundingan itu berdasar atas pengakuan kemerdekaan 100%. Artinya kemerdekaan 100% mesti lebih dahulu diakui. Teks berita harus bersifat objektif, artinya seharusnya tidak mencerminkan sudut pandang pribadi atau opini penulisnya. Tidak pula berapa jauh dari rumah Kepala Jorong. Kalau semua usul itu kelak diterima, maka kemerdekaan yang jauh kurang dari 100% dalam politik itu akan diturunkan pula sekian persen oleh hutang Indonesia tadi dan oleh kekuasaan pegawai-cap-Belanda serta oleh bermaharaja-lelanya kapitalisme di pemerintahan pusat dan daerah. Kekuatan lebih yang ditimpakan atas pemimpin-pemimpin Persatuan Perjuangan, yang berdiri atas pengakuan 100% itu akan berupa kekuatan nol % terhadap kapitalisme dan imperialisme asing. Malah sebaliknya, kalau salah satu daripada 7 pasal itu dilanggar, dilemahkan atau dibelokkan, maka nyata sekali sikap dan tindakan rakyat terhadap tindakan semacam itu. Sebenarnya patut dipuji sikap para calon yang lebih mementingkan dasar, prinsip daripada pangkat. Janganlah disalahkan para calon Persatuan Perjuangan yang memegang teguh dasar, haluan Revolusi Indonesia sekarang!
Mungkin pada permulaan perjuangan para inladers memihak kepada rakyat-murba. Perdagangan valuta asing pada margin membawa tingkat resiko yang tinggi dan mungkin tidak semua investor cocok. Mereka tidak tahan menjalankan ujian itu, asyik memikirkan bagaimana menghentikan perjuangan ini dan kembali menduduki kursi di sudut-sudut kantor yang dituan-besari oleh Belanda. Jakarta – Isu munculnya kembali Selat Muria kembali mengemuka setelah terjadi banjir yang melanda Kabupaten Demak dan sekitarnya. Terhadap ke dalam Belanda merobek-robek daerah (teritori), administrasi dan perekonomian Indonesia. Kalau dibandingkan dengan daerah lain hasil ini kecil sekali. Pelucutan Jepang yang bermula hampir dilakukan yang berlainan dengan tulisan dan lisan pasal 4, mengadakan perlawanan sekeras-kerasnya dari pihak rakyat di daerah Surakarta. Sebab itulah rupanya tak jadi diadakan Markas Sekutu, seperti di Solo, ialah menurut pengumuman yang bermula diterima rakyat Solo. Memang itu sifatnya kaum tengah, ialah maju-mundur lebih banyak mundur daripada maju dan kalau terlampau berat lekas mundur, dan memilih pihak yang kiranya menang. Kaum tengah Indonesia tak mempunyai tempat bersandar maupun dalam ekonomi ataupun dalam politik. Dengan begitu Belanda sudah menginjak-injak kemerdekaan dan kedaulatan Rakyat Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Terhadap keluar, negeri Indonesia tak bersuara sama sekali. Kalau Rakyat tiada menerima usul Belanda itu, maka penangkapan yang “tiada” berdasar undang-undang yang sudah tercantum dan disahkan itu, melainkan karena perbedaan politik itu saja bisa pula menimbulkan akibat yang tiada disangka-sangka dan dikehendaki.
Negara-negara harus berusaha mencapai hidup berdampingan secara damai dan pembangunan bersama dengan mencari titik temu sambil menjaga perbedaan. Semakin besar aset sebuah bank akan semakin tinggi pula potensi sistemik bank itu bila harus ditutup. Perhatian masyarakat Bengkulu terhadap pendidikan sangat besar. Semangat kebangkitan Nasional Sumpah Pemuda dengan mudah tiba di Bengkulu. Di mana ada kapital nasional dan borjuis nasional yang kukuh kuat, maka dalam masa revolusi kaum tengahnya sangsi bolak-balik di antara borjuis atas dan proletar nasional. Sifat kaum tengah memang tengah memang sangsi bolak-balik di antara golongan atas dan bawah. Imperialisme Belanda dalam penjajahan 350 tahun itu jaya menghasilkan satu golongan pamong-praja dan reservenya, golongan intelligensia yang mempunyai semangat ingin memasuki kantor gubernur di bawah perintah sep Belanda, “semangat inlander”. Demikian pula Pamong Praja dan reservenya, ialah kaum intelligensia bersandar pada imperialisme asing. Kaum borjuis tengah, sebelah atas, ialah sebagian kaum saudagar, Pamong Praja, dan intelligensia sudah melempem dan berbalik muka. Selama dua setengah bulan Persatuan Perjuangan berdiri, maka persatuan yang berdasarkan perjuangan itu dikenalkan kepada seluruh lapisan Rakyat, dari Sultan-Sunan sampai ke kaum jembel.